Tuduhan Amos terhadap Asia Timur
Bahaya Sinkretisme saat Iman dan Tradisi Bertabrakan.
echoes of pentecost hari 3 — April 23, 2025
Di medan berbatu Israel abad ke-8 SM, gembala sederhana bernama Amos dipanggil oleh Allah untuk menyampaikan pesan penghakiman yang kuat di tengah ketidakadilan sosial dan keruntuhan moral. Pesannya menjadi seruan tegas akan keadilan pada masa ketika umat pilihan Allah telah berpaling dari iman sejati mereka, beralih kepada nabi-nabi palsu dan praktik-praktik sesat.
Pemberontakan historis ini menemukan cerminan yang mengkhawatirkan di antara banyak komunitas Kristen yang terpinggirkan di Asia Timur saat ini. Banyak dari mereka yang mengembangkan sistem kepercayaan sinkretis, mencampurkan praktik-praktik perdukunan tradisional dengan ajaran Alkitab, yang sering kali sudah terdistorsi dan diterima dalam bahasa yang tidak sepenuhnya mereka pahami. Lebih dari 200 kelompok bahasa di Asia Timur masih belum memiliki akses yang andal terhadap Kitab Suci, membuat mereka terombang-ambing di lautan kebingungan dan setengah-kebenaran, tanpa kuasa transformatif dari Firman Allah.
Peringatan Amos bergema sepanjang zaman, mendesak pertobatan dan menegaskan hati Allah yang setia kepada umat-Nya. Dalam salah satu bagian yang menggugah dari pasal 5, Amos menekankan bukan ritual keagamaan kosong, melainkan “banjir keadilan yang dahsyat dan sungai kehidupan yang benar yang tiada henti” (Amos 5:24b, BIS). Bagi banyak orang Kristen di Asia Timur, perjuangan ini masih berlanjut: melawan arus iman yang tercampur dan daya tarik praktik penyembahan berhala.
Di tengah keruntuhan rohani dan sosial, Amos menyampaikan kecaman keras atas kemunafikan festival keagamaan (Amos 5:21) — pertunjukan iman yang tercela ketika Firman Allah disalahpahami, ketika Kitab Suci tidak tersedia dalam bahasa yang berbicara langsung ke hati.
Kata-kata Amos tetap membawa urgensi yang abadi, memanggil kita untuk menegakkan keadilan dan merindukan iman yang autentik — berikan satu ayat hari ini dan bantu melawan iman yang tercampur dan tarikan penyembahan berhala.
Membawa Firman Tuhan ke Puncak Pegunungan
Suku Siksa tinggal di tujuh desa, dengan lima di antaranya berada di puncak gunung. Lokasi mereka yang terpencil membuat perjalanan menjadi sulit, terutama selama musim hujan, sehingga membatasi akses terhadap bantuan dan sumber daya dari luar.
Kelompok bahasa Siksa berjumlah sekitar 7.000 orang, namun mereka belum memiliki Kitab Suci dalam bahasa hati mereka. Meskipun banyak yang mengidentifikasi diri sebagai Kristen, gereja-gereja mereka menggunakan Alkitab dalam bahasa nasional yang sebagian besar tidak mereka pahami. Akibatnya, sebagian orang Siksa masih mempraktikkan animisme, mencari bantuan kepada dukun saat menghadapi kebutuhan.
Saat ini sedang berlangsung proyek penerjemahan Alkitab baru untuk membawa Firman Tuhan kepada suku Siksa. Proyek ini mencakup langkah awal penerjemahan Alkitab serta program literasi untuk membantu masyarakat Siksa membaca dan berinteraksi dengan Kitab Suci. Namun, banyak tantangan yang harus diatasi, termasuk tingkat pendidikan yang terbatas, ketiadaan listrik, dan tidak adanya akses internet.
Donasi Anda hari ini akan digandakan melalui program matching challenge, menyediakan sumber daya penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini dan membawa kuasa transformasi dari Firman Tuhan kepada suku Siksa.