Rasul Paulus — pengembara tak kenal lelah, penginjil gigih, dan mantan penganiaya orang Kristen Yahudi — memahami satu hal mendasar tentang iman: bahwa semua orang dapat dibenarkan dan diperdamaikan dengan Allah melalui Kristus (Roma 5:1–2; 2 Korintus 5:18–19). Dulu dikenal sebagai Saulus dari Tarsus, pertobatannya yang dramatis di jalan menuju Damsyik mengubahnya menjadi salah satu pemimpin paling berpengaruh dalam gereja Kristen mula-mula.
Namun, perjalanan-perjalanannya keliling Kekaisaran Romawi bukan hanya soal mendirikan gereja; itu adalah tentang menerjemahkan sebuah pesan, menyesuaikan narasi, dan menjangkau dunia yang sangat berbeda dari dunia asalnya. Ia berdialog dengan para filsuf di Athena, menavigasi kompleksitas hukum Romawi, dan berbicara kepada beragam khalayak dalam bahasa mereka sendiri — semua demi menyebarkan kabar baik yang diyakininya.
Berabad-abad kemudian, semangat yang sama — keterlibatan budaya yang berani dan komitmen yang tak tergoyahkan terhadap misi — terdengar kembali di jantung Asia Selatan. Di Pakistan, sebuah negara di mana mayoritas penduduk memeluk agama resmi negara, menjadikan Kitab Suci dapat diakses oleh semua kelompok bahasa merupakan tindakan yang disengaja untuk menjangkau dan melintasi batas budaya serta agama yang telah tertanam kuat.
“Sekalipun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Bagi orang Yahudi, aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku dapat memenangkan orang Yahudi. Bagi mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat — sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat — supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.”
— 1 Korintus 9:19–20 (BIMK)
Tim-tim penerjemah Alkitab yang berada di garis depan upaya ini memahami bahwa agar Firman Tuhan benar-benar menyentuh hati, ia harus disampaikan dalam bahasa hati. Namun, ini bukan tanpa tantangan — penuh sensitivitas dan kompleksitas. Pakistan bukanlah tempat di mana penyebaran Injil diterima dengan mudah, dan mereka yang terlibat dalam pekerjaan ini sering menghadapi tantangan besar, bahkan risiko pribadi.
Namun, tindakan menerjemahkan dan mendistribusikan Kitab Suci, serta membangun dialog seputar iman dan pengharapan di lingkungan yang bisa sangat menentang, adalah bukti nyata dari kekuatan iman yang tak tergoyahkan dan keberanian mereka yang berusaha menjadikan Firman Tuhan dapat diakses oleh semua orang.
Di Pakistan saat ini, menerjemahkan Kitab Suci di komunitas-komunitas yang sangat menjunjung tinggi agama resmi negara merupakan sebuah tindakan yang melintasi batas. Tapi di balik itu, terdapat keyakinan bahwa pesan Injil melampaui wadah budaya — bahwa kerinduan akan Firman Tuhan adalah kerinduan yang bersifat universal.